Resan.id--Alkisah, kawasan Branjang dulunya adalah sebuah 'tlatah' atau daerah yang 'wingit' dan angker. Branjang merupakan wilayah yang tidak bisa ditempati meski sebetulnya wilayah ini sangat subur dan banyak menyimpan sumber air..
Pada suatu waktu, ratusan tahun yang lalu tersebutlah nama Kyai Irsyad. Seorang tokoh spiritual dan agama yang mengembara hingga sampai di wilayah Branjang.
Dengan 'laku prihatin', Kyai Irsyad kemudian bermunajat, memohon kepada Tuhan Yang Maha Segala agar wilayah Branjang ini bisa ditempati oleh warga masyarakat. Harapannya, mereka bisa bermukim, bertani, mengolah tanah Branjang untuk masa depan kehidupan anak turun mereka.
Ikhtiar Kyai Branjang dikabulkan. Semua makhluk tak kasat mata yang menghuni kawasan Branjang, atas izin-Nya tunduk dan patuh pada Kyai Branjang. Beliau kemudian memutuskan untuk menetap di wilayah itu. Sampai saat ini sudah generasi ke 7 anak turun Kyai Branjang berkembang dan menempati wilayah yang akhirnya menjadi nama sebuah dusun yakni Padukuhan Branjang, Kalurahan Ngawis, Kapanewon Karangmojo, Gunungkidul
Padukuhan Branjang adalah sebuah padukuhan yang mempunyai potensi sumber daya air yang melimpah. Ada 4 mata air dan sebuah sungai yang mengalir sampai ke kawasan wisata Gua Pindul dan berinduk ke sungai Oya..
Dengan melimpahnya air, masyarakat bisa bertani dan membuat kolam kolam ikan sepanjang tahun
Batu Tlatar ini, konon cerita adalah tempat Kyai Branjang menunaikan Shalat, bermunajat dan memohon kepada Tuhan dalam upayanya membuka wilayah Branjang..
Batu ini sekarang dirangkul oleh akar Resan Munggur/Trembesi, terletak persis diatas sumber air Setro
Dari 4 mata air, sumber Setro ini terletak paling atas. Dibawahnya ada sumber Tuk Umbul yang muncul ditengah lahan pertanian warga. Kemudian sumber Pengason dekat Masjid Besar Branjang dan digunakan untuk berwudhu jamaah yang beribadah di masjid. Dan yang paling bawah bernama Tuk umbul Gede yang muncul dekat sungai.
Batu Tlatar ini dalam jangka waktu lama tertutup gerumbul semak dan tanah, seiring tidak dirawatnya sumber air Setro.
Sampai tiba waktunya kemarin, masyarakat seakan tersentak saat ada rencana penebangan pohon Munggur yang menjaga sumber air Setro. Pohon ternyata telah dijual oleh oknum dan sang pembeli sudah datang dengan alat mesin penebang
Masyarakat tersentak, mereka kemudian sadar jika pohon hilang, mata air juga akan hilang, dan jika sumber air Setro rusak maka tiga sumber air dibawahnya akan sangat terancam kelestariannya
Akhirnya, ramai-ramai warga menolak penebangan pohon resan Sumber Setro. Sebagai bentuk kesadaran, maka pada Minggu 10 April 2022, warga kerja bakti bersama-sama membersihkan kawasan sumber.
Ketika gerumbul semak tersibak, Batu Tlatar ini muncul kembali seiring ingatan beberapa warga yang kembali terkenang.
Bagaimana sumber Setro adalah tempat utama/jujugan beberapa dusun untuk mengambil air dan
upacara adat Besik Sumber Setro yang sudah sangat lama tidak dilakukan lagi.
Beberapa warga yang sudah sepuh, kemudian teringat tentang Langgar/Surau kecil dari kayu yang dulu pernah berdiri di samping sumber. Dimana banyak yang sering beribadah di surau dalam naungan resan Munggur yang asri. Dan saat ini, surau itu sudah tidak ada lagi
Mereka kemudian bercerita tentang banyak hal yang menyertai kisah dari simbah simbah dahulu...
Batu Tlatar sumber Setro,
dalam diamnya ia masih merekam rangkaian doa dan harapan dalam sujud-sujud panjang Kyai Irsyad saat bermunajat..
Sebuah perjuangan dan ikhtiar 'babad alas' untuk menyiapkan kehidupan yang lebih baik buat anak cucu..
Dan anak cucu mereka adalah kita.
#MariMenjaga
#MariMerawat
#KitaAdaLantaranMereka
#NglungguhiKlasaGumelar
#mulanira
#purwaduksina