Kentheng
Resan.id-- Sistem hidrologi kawasan karst.memang mempunyai karakter yang unik. Permukaannya memang terlihat tandus dan kering, namun sumber air terbesar ternyata berada di bawah tanah. Hal ini sesuai dengan karakter dan fungsi kawasan karst. Salah satunya adalah sebagai filter untuk meresapkan air hujan. Air kemudian ditampung sebagai cadangan air bawah tanah.
Sumber air permukaan kawasan karst memang sangat terbatas. Pada sistem air permukaan, terdapat sumber air yang bernama telaga. Telaga ini ada yang alami, namun ada juga buatan. Di Kabupaten Gunungkidul, ada ratusan telaga yang mayoritas berada di kawasan selatan (Zona Gunung Sewu).
Selain telaga, sebetulnya ada satu sumber air permukaan yang sering disebut sebagai 'kentheng'. Sumber air ini berbentuk lubang batu. Jika ukuran telaga tergolong cukup besar, 'kentheng' relatif berukuran kecil. Biasanya berdiameter pada kisaran ukuran satu meter atau lebih sedikit. Kedalamannya hampir sama dengan ukuran lebarnya. Tidak (belum) ada literasi atau cerita apakah lubang batu ini terbentuk secara alami atau buatan manusia.
Ada beberapa kentheng yang dianggap sebagai tempat yang sakral atau bersejarah. Contoh, Kentheng Pitu Gunung Lancung di Kalurahan Bedoyo, Kapanewon Ponjong. Kentheng Pitu ini memang berjumlah 7 lubang dan dipercaya sebagai cerita rakyat asal usul Desa Bedoyo. Ada juga Kentheng Sendang Pitutur di Kalurahan Giring, Kapanewon Paliyan. Sendang Pitutur dipercaya sebagai sebuah sumber air yang dimanfaatkan oleh Ki Ageng Giring, seorang tokoh yang sering dikaitkan dengan awal terbentuknya Kerajaan Mataram Islam.
Keterkaitan kentheng dengan banyak cerita rakyat akhirnya membuat banyak orang yang percaya, bahwa air dari dalam kentheng mempunyai berbagai manfaat. Entah untuk penyembuhan penyakit, ketenangan jiwa atau untuk syarat ritual tertentu.
Terlepas dari kesakralannya, dulu, kentheng sering digunakan oleh para warga petani sebagai sumber air darurat saat bekerja di ladang. Meski sedikit, air yang tertampung dalam kentheng cukup digunakan untuk dimasak di gubuk tanpa harus pulang ke rumah mengambil air. Ada juga beberapa cerita air kentheng digunakan untuk 'nyetren' atau menanam sayuran dalam skala kecil di sekitarnya.
Belum jelas juga darimana sumber air kentheng berasal. Ada kemungkinan sumber air merupakan rembesan dari wilayah sekitarnya. Mungkin juga kentheng memang hanya sebatas tampungan air hujan.
"Kagem ngombe tiyang ingkang teng wana, kalih ngge nyirami taneman lombok, (buat minum orang yang di ladang, juga untuk menyirami tanaman cabai)," begitu kata Mbah Darmo, seorang petani sepuh warga Padukuhan Singkil, Kalurahan Giring, Kapanewon Paliyan. Mbah Darmo memang menjadi saksi hidup keberadaan Kentheng Gentungan yang berada tidak jauh dari ladangnya.
"Pun dangu kenthenge ketutup siti, gek uwite gentungan ugi sampun mboten wonten (sudah lama kenthenge tertutup tanah, dan pohon gentungan juga sudah tidak ada)," cerita Mbah Darmo.
Minggu, 14 Januari 2024 besok, Resan Gunungkidul bersama warga dan Pemuda Peduli Telaga Kepuh, akan melakukan giat penanaman di Telaga Kepuh. Agenda ini juga akan berbareng dengan upaya untuk menggali kembali Kentheng Gentungan yang tertutup tanah dan menanam kembali pohon gentungan sebagai resan penjaganya.
"Agenda ini dilakukan untuk sebagai suatu upaya agar warga mengenal kembali potensi sumber daya air yang berada di wilayahnya. Pada suatu saat, sumber-sumber air yang sekarang tidak lagi digunakan seperti telaga atau kentheng, pasti akan ada manfaatnya kembali," begitu kata Kelvian Adi, tokoh pemuda Kalurahan Giring.